pertolongan pertama yang tepat dan apa saja yang tidak boleh dilakukan ketika digigit ular
Bagaimana ?
Lupakan ikatan. Lupakan menyiram teh atau cairan apa pun. Lupakan insisi. Lupakan pembakaran. Lupakan diisap.
Ketika tergigit ular berbisa (atau tergigit tapi tidak yakin apakah itu ular berbisa atau bukan) pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah imobilisasi, alias menghentikan pergerakan tubuh korban.
Idealnya, imobilisasi dilakukan dengan bantuan bidai, seperti ketika menangani korban patah tulang.
Jika yang tergigit di area tangan, bidailah seluruh tangan (misalnya tangan kiri). Hal yang sama dilakukan jika yang tergigit adalah kaki. Anggota gerak diapit menggunakan sepasang bidai, kemudian diikat menggunakan kain mitela.
Kalau tidak punya/tidak ada bidai, bisa menggunakan ranting, kayu, kardus, papan, atau apa pun yang kaku dan bisa menghalangi tangan/kaki untuk bergerak. Kalau tidak punya kain mitela, bisa diikat menggunakan tali rafia, tali pramuka, sulur tumbuhan, atau tali apa pun (ingat, tali ini digunakan untuk mengencangkan bidai ke anggota gerak, bukan untuk mengikat anggota geraknya langsung).
Imobilisasi ini harus dilakukan secepatnya setelah tergigit. Golden time kita sekitar lima menit. Tetapi, pertama-tama pastikan kalau ularnya sudah tidak ada di sekitar korban. Jangan sampai ada orang mau menolong tapi malah ikut tergigit.
Setelah dibidai, jika bisa memanggil ambulans (atau dinaikkan ke mobil atau ke tandu) maka posisi korban harus seperti ini:
Skenario jika yang tergigit adalah tangan kanan (tangan yang tergigit diposisikan di bawah).
Posisi di atas tersebut adalah posisi pemulihan. Korban disuruh tidur miring agar jika muntah, muntahannya bisa keluar. Kalau korban tidur telentang, muntahannya berpotensi balik lagi ke lambung. Lalu, jika korban kebetulan tergigit ular dengan bisa tipe neurotoksik yang melumpuhkan saraf, posisi miring berguna agar lidah tidak jatuh ke belakang dan menutup jalan napas (itu bisa terjadi pada posisi telentang).
Selama perjalanan ke rumah sakit, terus pantau kondisi korban. Apakah ada bengkak di sekitar lokasi gigitan? Apakah lidahnya mati rasa? Apakah matanya terasa berat? Apakah perutnya mual?
Jika perjalanan ke rumah sakit lama (lebih dari 30 menit) lakukanlah pemantauan pembengkakan setiap 10 atau 30 menit. Pada 10 atau 30 menit pertama, sampai mana bengkaknya? Tandailah dengan pulpen/spidol. Begitu pula dengan 10 atau 30 menit berikutnya, dan berikutnya lagi hingga sampai di rumah sakit.
- Bagaimana kalau tidak ada mobil?
Gunakanlah motor. Korban dibonceng di tengah (satu pengemudi, korban di tengah, di belakangnya ada satu orang lagi untuk menjaganya).
Bisa juga menggunakan tandu, atau digendong, pokoknya jangan biarkan si korban berjalan sendiri dari lokasi ke rumah sakit. Minimalkan pergerakannya.
- Bagaimana kalau tergigit di kepala?
Pakailah neck collar, seperti ini:
Atau pakailah apa saja yang bisa mencegah pergerakan kepala. Tubuh tetap tidak boleh banyak bergerak, dan segeralah pergi ke rumah sakit.
- Apakah boleh membebatkan elastic bandage?
Elastic bandage hanya diperuntukkan untuk gigitan ular neurotoksik (bisa yang menyerang saraf) seperti kobra dan welang/weling. Dan karena pemasangan elastic bandage ini butuh tekanan yang pas (tidak boleh terlalu longgar dan tidak boleh terlalu erat) maka semestinya hanya dilakukan oleh paramedis terlatih. Sekedar imobilisasi sudah cukup dan lebih aman untuk orang yang tidak mempunyai pengetahuan medis.
Ketika sudah mencapai rumah sakit, maka sudah saatnya untuk menyerahkan semuanya pada tenaga medis, karena tugas kita sebagai orang awam cukup sampai di pertolongan pertama saja.
Yang bisa membantu tenaga medis adalah:
- Penanganan pertama yang tepat (yang sudah kita lakukan)
- Informasi berupa pengamatan kita pada korban
- Spesies ular yang menggigit
Untuk yang nomor tiga, kasusnya agak rumit.
Di Indonesia bagian barat, hanya ada SABU (Serum Anti Bisa Ular) untuk tiga spesies ular saja, yaitu:
- Kobra Jawa (Naja sputarix)
- Welang (Bungarus fasciatus)
- Ular tanah (Calloselasma rhodostoma)
Jika tergigit selain tiga spesies ular di atas, maka semestinya tidak boleh diberikan antibisa karena percuma. Antibisa tidak akan klop dengan bisa yang ada di dalam tubuh korban dan justru berpotensi menimbulkan reaksi alergi—meski sebelum disuntik antibisa pun semestinya dilakukan tes alergi dulu pada korban.
Harga satu ampul antibisa, sejauh yang saya tahu per Mei 2021, adalah antara 900 ribu sampai satu juta rupiah. Umumnya, dibutuhkan dua sampai empat ampul antibisa untuk menyembuhkan gigitan ular, tergantung kuantitas bisa yang disuntikkan ketika tergigit.
Saat ini, BPJS meng-cover antibisa hanya kalau korban gigitan tidak tergigit oleh peliharaan sendiri, jadi kalau tergigit ketika sedang bekerja semestinya juga bisa di-cover.
SABU buatan Biofarma (kiri) dan SABU impor dari Australia (kanan).
Untuk di Papua, harga satu ampul antibisa antara 20–30 juta rupiah dan hanya tersedia di tambang-tambang (karena diimpor dari Australia) dan antibisa ini meng-cover lebih banyak ular—yang juga memiliki gigitan yang lebih maut—dibanding yang ada di Indonesia barat.
Lalu, apa saja yang tidak boleh dilakukan ketika digigit ular?
Apa saja selain imobilisasi.
- Menyayat luka gigitan?
Tidak boleh. Anda justru membuat luka baru, membuka peluang infeksi baru, dan tidak ada gunanya mau mengeluarkan darah sebanyak apa pun dari badan korban kalau kita tidak tahu bisanya sudah menjalar sampai mana.
Bisa itu bukan cairan hitam/ungu kental yang kelihatan di antara darah yang berwarna merah. Bisa ular justru berwarna bening/kekuningan, dan akan larut dalam darah bagaikan setetes tuak yang dicampur sebotol air bening.
- Mengisap luka gigitan?
Tidak boleh. Bisa ular dapat masuk ke tubuh lewat mulut, dan jika terdapat luka di mulut atau saluran pencernaan, maka si pengisap akan mendapat efek yang sama. Lagipula, bisa ular tidak hanya mengalir melalui pembuluh darah, tapi juga melalui kelenjar getah bening. Jadi, sia-sia.
- Mengikat kencang anggota yang tergigit?
Tidak boleh. Bisa malah akan mengumpul di satu anggota itu dan darah tidak bisa mengalir ke situ, sehingga besar peluangnya anggota yang tergigit akan busuk (nekrosis) dan ujung-ujungnya bakal diamputasi.
- Membakar kulit di sekitar lokasi gigitan?
Tidak boleh. Bisa ular memang merupakan protein yang dapat rusak bila terkena panas, tetapi tindakan ini sangat berpotensi menimbulkan luka baru, yaitu luka bakar, dan belum tentu juga bisanya terkena efek panasnya. Seperti di kasus insisi (disobek) atau diisap, kita tidak tahu bisanya sudah menjalar sampai mana di tubuh.
Cara penanganan yang salah tentang gigitan ular sudah sedikit saya rangkum (beserta mitos-mitos ular lainnya) di sini:
Terakhir, bagaimana jika korban gigitan berada di posisi di hutan dan sendirian ketika tergigit?
Maka penanganannya adalah imobilisasi mandiri (duduk diam tak bergerak, minimalkan pergerakan hanya untuk makan/minum dari bekal yang ada). Kalau mau pipis/berak, ya tetap dalam posisi itu. Imobilisasi mandiri dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam alias dua hari.
Terdengar berat? Makanya jangan sendirian kalau mau masuk hutan. Paling tidak tiga orang, dan selalu bawa bekal atau kotak P3K. Lebih baik berjaga-jaga dan dibilang lebay daripada panik dan kelabakan ketika sesuatu terjadi.
Komentar
Posting Komentar